PERJALANAN
- 4/26/2017 10:36:00 PM
- by
- Unknown
si Bungsu dengan muka cemberut seolah tidak pernah menerima mengapa ia dilahirkan dari keluarga seperti ini, keluarga yang baginya tidak mampu untuk dia katakan sederhana. Dia berusaha untuk tidak mengeluh, walaupun isi hatinya penuh keluhan. Karena ia tahu mengeluh pun percuma.
-BAGIAN PERTAMA-
Bangun pagi, matahari masih tertutup kabut, air yang sangat dingin membasuh badanku untuk memulai aktivitas harian yang sudah diujung tenggorokan yang rasanya ingin ku muntahkan. Ayah sudah di depan rumah, dengan motor yang sudah siap untuk mengantarkanku ke sekolah. Aku sudah SMA, aku sudah malu untuk diantarkan ke sekolah, eluh-ku. Beberapa anak berseragam SMA dengan motornya berkali-kali berhasil melewati motor ayah. Lima belas menit perjalanan dingin, sekolahku yang berada di kaki gunung mulai terlihat. aku minta ayahku berhenti beberapa puluh meter sebelum gerbang sekolah. Aku tidak ingin banyak temanku yang tau aku masih diantarkan untuk berangkat kesekolah. Tanpa Salam dan ucapan terima kasih aku tinggalkan ayahku dan berjalan menuju sekolah.
Pada dasanya aku memang suka belajar. Kadang bagiku belajar adalah permainan teka-teki dengan banyak misteri yang harus dijawab. Beberapa kali aku menjuarai kelas dan berhasil menjuarai kompetisi diluar sekolah. Sehingga biaya sekolahku digratiskan sebagai hadiah dari Kepala Sekolah. Entah aku bisa melanjutkan sekolah atau tidak jika sekolah tetap meminta bayaran SPP ke orang tuaku.
Masa sekolah sekarang telah usai, Ujian Akhir Nasional telah dilewati. Semua sudah sibuk dengan Universitas yang akan dipilih. Tentu semua punya harapan yang tinggi, akupun juga. Arsitektur adalah prioritas utamaku, universitas negeri terbaik tentu menjadi tujuan. Namun apalah daya, keluarga tidak mampu untuk melanjutkanku ke pendidikan yang lebih tinggi. Semua harapan dan cita-citaku menjadi gelap. Duniaku sekarang hanya sebatas kotak kecil berukuran enam meter persegi, sudah beberapa hari aku tidak keluar dari kamarku. Tidak ada cahaya matahari yang kubiarkan masuk. Depresi yang begitu kuat, begitu hebat, dikaki gunung, di perkampungan, kurasa tidak ada harapan untuk membuatku lebih baik lagi kedepannya. Tentu saja hanya dua pilihan yang ada, “hidup sudah usai” atau HIDUP BARU DIMULAI.
….
Matahari bersinar cerah, kabut pagi sudah hilang dan hangat cahayanya sudah lama rasanya tidak menyentuh kulitku. Otot dan tulangku serasa sedang berada diplanet lain yang gravitasinya melebihi Bumi, sudah lama tak kugerakan, berat rasanya. Sepatu olahraga sudah membungkusi kaki, dengan berlari kecil aku menuju lapangan tengah kota. Pikiranku penuh dengan perhitungan dan harapaan serta bayangan akan kemana selanjutnya hidupku akan kubawa. Tidak ada harapan bagiku dikota ini.
Beberapa saran orang lainpun aku dengarkan, coba cari kerja saja. Aku membuat lamaran ke Perusahan Listrik Negara yang saat itu sedang membuka rekruitmen untuk kepegawaian baru. Selang beberapa bulan kemudian pengumuman untuk ikut tahap pertama pun sudah bisa dilihat di website resminya. Ada namaku. Akhirnya ada harapan baru lagi. Tertulis disana seleksi tahap selanjutnya akan di adakan di Lampung.
Tepat pada hari ulang tahunku, tak ada Kue ulang tahun tidak ada lilin yang harus kutiup, hanya agar-agar sederhana dari ibu untukku yang kami makan bersama dan setelah itu aku berangkat menuju Lampung dengan uang yang aku tabung selama sekolah dulu. Dua bulan lamanya di Lampung, enam proses tahapan seleksi berhasil aku lewati, hingga tahap terakhir aku gagal. Kecewa yang kurasakan lagi.
Tabunganku makin menipis, aku pulang. sesampainya dirumah aku ditawarkan untuk bekerja di sebuah perusahan kontraktor di Kota Bengkulu. Tentu saja aku terima. Beberapa bulan bekerja ada hal yang aku rasa masih bersembunyi didalam hati kecilku. Aku memiliki cita-cita.
Salah satu bakat yang aku miliki. Aku pandai menabung. Beberapa bulan bekerja disana aku sudah memiliki tabungan yang aku rasa cukup untuk aku bawa merantau lebih jauh. Akupun memilih resign dan dengan uang tabungan yang ada aku memilih untuk berangkat ke Jakarta. Walaupun banyak yang bilang “ Ibu Kota itu Kejam” tapi keputusanku sudah bulat, bagiku ada harapan disana.
Ibu kota memang kejam. Uang tabunganku terkuras begitu cepat untuk biaya hidup. Mencari beberapa sanak famili dan beberapa relasi setidaknya bisa mengurangi pengeluranku untu sementara. Aku sangat ingin kuliah, tapi dengan keadaaan yang ada aku harus bekerja. Banyak lamaran aku kirimkan ke banyak perusahaan. Hingga akhirnya diterima untuk bekerja di sebuah perusahaan besar Jepang.
Tahun ajaran baru dimulai, aku mendaftar kuliah kelas karyawan. Tetap aku memilih jurusan apa yang aku mau, aku memikih jurusan arsitektur di salah satu universitas swasta di Jakarta kota. Namun ternyata jadwal kuliah dan jam kerja tidak dapar disiasati. Dengan berat hati kuliah harus di lepaskan.
Bekerja bukanlah menjadi keinginanku, hatiku sangat besar menginginkan untuk bisa melanjutkan pendidikan. Gaji setiap bulan begitu besar terpakai untuk kehidupan sehari-hari. Melakukan hal secara terpaksa membuatku kembali depresi. Tekanan kerja yang terus datang dan hati yang begitu besar menginginkan untuk bisa kuliah membuatku merasa begitu berat.
….
-BAGIAN KEDUA-
kehidupanku sekarang terasa semakin berat, hidup sendirian jauh dari orang tua membuatku merasakan kesepian. Terlintas ingatanku tentang masa kecilku dulu. Air mataku tak tertahankan, mengalir deras seiring semua ingatanku.
Teringat indahnya saat kecil dulu, semua terasa begitu tenang dan damai yang aku perlu lakukan hanyalah bermain, saat pulang kerumah makanan sederhana telah tersedia. Aku, sibungsu kecil yang tidak perlu terbebani apapun. Orang tuaku sangat sayang kepadaku,tidak hanya mereka, banyak yang sayang kepadaku.
setiap pagi ayah selalu membeli sarapan kesukaanku, mengantarku ke sekolah, menjemputku pulang sekolah dan kemudian membelikan kaset kartun kesukaanku. aku sangat sayang ayahku, aku yang kecil begitu manja kepadanya. Tidurku sangat nyaman saat ku tahu dia disebelahku, menggosok punggungku hingga aku tertidur. Kadang dia memijit kakiku saat aku lelah bermain seharian, padahal dia kelelahan karena bekerja seharian. Dia bangun sangat pagi hanya untuk menyiapkan dan menyetrika baju sekolahku, dan selalu menyiapkan sarapan untuk ku. Dia sangat sayang kepadaku, sangat hangat. Suatu hari saat aku sakit dan panas tinggi hingga kejang-kejang dia menangis, memelukku erat dan berbisik “ini ayah” kepadaku, sikecil yang sedang tidak sadarkan diri.
Ibu adalah koki terbaik, masakannya selalu sesuai dengan lidahku. Baju kotorku bermain seharian selalu bersih ditangannya. Ibu juga perawat terbaik bagiku, saat sakit dia merawatku, pasti sembuh. kakak-kakak adalah temanku dirumah. mereka semua menyayangiku. Aku merasa mereka semua selalu memelukku, sibungsu yang masih kecil.
Air mata begitu deras mengalir, aku merindukan mereka, tidak ada keindahan yang sebanding dengan cinta mereka kepadaku. Rasa sesal yang muncul teringat saat aku mengacuhkan keluargaku, menganggap aku lahir dikeluarga yang menyedihkan, tak terbayangkan bagaimana ayahku melihatku waktu itu, yang mulai membangkang, dan tak menghormatinya lagi, tak terbayang bagaimana sedihnya mereka. Tak terbayangkan bagiku bagaimana wajah sedihnya saat aku pergi begitu saja dari motornya saat dia mengantarkanku ke sekolah.
Rasa penyesalan dan kerinduan ini bercampur aduk, namun yang semua ingatanku tenatang mereka menjadi sebuah keindahan yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Rasa cinta yang kembali muncul ini sungguh sangat hangat terasa.
….
Hari ini kembali bekerja seperti biasa. Dan seperti biasa pula tekanan pekerjaan dikantor semakin menumpuk. Aku yang hidup sendirian selalu mencari cara untuk mencari teman. Aku pikir banyak relasi berarti akan banyak kemungkinan yang terjadi. Aku sangat terbuka kepada mereka, aku ceritakan perjalananku dan harapanku. Hingga suatu ketika seorang temanku mengenalkanku kepada keluarga asing Amerika yang tinggal di Jakarta, dia mengatakan mereka memiliki beberapa yayasan, yang mungkin bisa membantuku.
Kembali ku ceritakan kehidupanku dan harapanku kepada keluarga asing tersebut, dan ternyata itu membuahkan hasil yang luar biasa. Mereka setuju untuk membiayai pendidikan kuliahku.
Perasaanku begitu sangat luarbiasa, Harapanku yang selama ini kupendam akhirnya bisa aku wujudkan. aku bisa melanjutkan pendidikan, aku bisa berjalan dijalur untuk menggapai cita-citaku.
Kehidupanku sekarang sangat berubah. Semua yang kujalani sekarang menjadi sangat indah. Rasa cinta ke Keluarga begitu tertanam dihati, semangat untuk mencapai cita-cita terus menjadi jalanku setiap hari.
TUGAS IBD PERTEMUAN KE-2
KESIMPULAN
bagian pertama merupakan cerita tentang penderitaan, dari apa yang dialami pendertiaan tersebut saya beri rating 9/10
bagian kedua merupan cerita keindahan, keindahan tentang hangatnya cinta keluarga dan keindahan saat suatu harapan yang tercapai.
0 komentar:
Posting Komentar